So. . . I have this one cousin.
Bright, talkative, confident, and very sure of herself. Tapi, dia sangat suka mendebat orang hingga terkadang keyakinannya terhadap pendapatnya ini membuatnya keras di dalam perdebatan. Saya sampai capek sendiri menghadapinya. Sekilas, dia terdengar menyebalkan. Maksud saya, sulit sekali untuk menjelaskan sesuatu padanya, apalagi memenangkan debat darinya.
Namun, dari perdebatan-perdebatan kecil yang kami lakukan, saya masih bisa menemukan hal-hal untuk ditertawakan. :) As I said, she's bright. Karena itu, perdebatan dengannya kurang-lebih memang harus dilakukan dengan berpikir keras agar bisa memberinya jawaban-jawaban dan argumen-argumen yang tepat. I used to fight her with all my might, but now I can say I am wiser.
Not wiser than she is, but wiser than who I used to be. :) Sedikit banyak saya belajar tahu argumen-argumennya didasarkan pada sudut pandangnya sepihak. Suatu hal yang wajar, karena dia memang belum benar-benar melihat dunia. Dia cerdas, tapi hanya dalam dunianya. Jadi, saya pun belajar untuk tahu kapan harus berhenti mendebatnya.
Hal lain lagi yang saya pelajari adalah kecenderungan anak seumurnya untuk merasa pintar. Dulu orang tua saya sering berkata saya sok sekali, saya merasa sudah lebih pintar dari orang tua dan orang-orang lain. Ternyata, setelah mempelajari karakter sepupu saya, saya sedikit-banyak terbayang juga seperti apa saya dulu.
Mungkinkah saya juga begitu dulu? I don't know :) it could be.
No comments:
Post a Comment