Sunday, June 2, 2013

LPJ

Selamat pagi.

Di pagi buta ini, gue baru saja menyelesaikan LPJ untuk acara yang baru saja lewat. Gue berhasil melewatinya, tentu saja, tapi tidak banyak yang tersisa dari gue setelah menyelesaikan acara itu. Ibarat perjalanan Frodo ke Mordor untuk mengantarkan cincin Sauron, acara itu menguras tenaga gue. :)

LPJ, konon kata mereka yang berpengalaman menulisnya, bagaikan lembaran curhat. Lo bisa nulis apa saja di dalamnya mengenai yang terjadi selama acara. Lo bisa bercerita. Jadi, saat gue menghadapi lembaran digital kosong tadi, gue sudah sangat bersemangat ingin menuliskan semua keluh-kesah gue selama acara. Seperti yang gue bilang, acara kemarin ibarat perjalanan Frodo. Namun... apa yang gue sadari? Gue sudah menulis berlembar-lembar halaman curahan hati dan mendapati sebagian besar harus disensor.

Bukan, sensor itu harus bukan karena kontennya pornographic atau kasar. Sensor harus dilakukan karena tidak semua layak baca, terutama karena yang dicari dari LPJ adalah laporan profesional, bukan keluhan subjektif semata. Jadi, gue hapus lagi sebagian besar dan gue tulis ulang dengan upaya sebisa mungkin menjadikan itu keluhan profesional. Sangat disayangkan, tapi apa boleh buat. :)

Jadi...
Untuk memuaskan batin gue yang ingin sekali menuliskan keluhan-keluhan subjektif, gue akan menulisnya di sini.

Selamat pagi dan selamat menikmati :)

* * *

  1. Gue punya banyak sekali keluhan tentang sentralisasi kekuasaan yang ada dalam acara kemarin. Let's say that there was this woman whose position I deeply questioned. Dia adalah pelatih akting dalam pementasan kemaren, dan (supposedly) pembina keseluruhan acara. Tapi caranya bersikap berkata lebih dari itu. Seolah-olah acara ini miliknya. Mengingat panitia acara ini bukan hanya dia, tidak seharusnya dia bersikap seperti itu. Kenapa? Karena dengan bersikap begitu, dia tidak menunjukkan penghargaan pada orang-orang yang telah bekerja untuknya.
  2. Keluhan berikutnya adalah terhadap Project Officer pementasan. Sorry that I have no option but to be rude about her since she showed to us how spoil she can be... not to mention useless.
  3. Keluhan lain lagi adalah terhadap anggota Divisi Kesekretariatan yang jarang sekali muncul sehingga gue jadi tidak bisa percaya kepada mereka. Tidak bisa gue pungkiri, gue (yang ujung-ujungnya terpaksa meng-handle seluruh pekerjaan kesekretariatan keseluruhan acara) merasa beban gue bertambah.
Kemudian ada permasalahan dengan Project Officer keseluruhan acara yang selalu menjadi tempat gue mengeluarkan uneg-uneg mengenai ini semua.  Akan sangat menyenangkan bila gue bisa berdiskusi dengannya dan menghadapi permasalahan yang gue permasalahkan ini, tapi yang gue dapati setiap gue bercerita padanya adalah total rejection, artinya dia menganggap semua itu bukan masalah. KENAPA? Karena dia 1) Mendukung sentralisasi kekuasaan, 2) Berpikir sentralisasi kekuasaan itu justru membantu panitia, karena panitia jadi tidak harus berpikir apa-apa tapi hey, memangnya kami robot atau manusia kayu?, dan 3) Berpikir bahwa seharusnya gue tidak mempermasalahkan ini semua karene 4) Dia adalah tipe pekerja yang sukarela membantu orang lain tanpa tanda jasa dan sepertinya tidak mengerti kenapa gue tidak bisa sama sukarelanya (oh, tunggu, dia pernah bilang kalau gue sudah tidak ikhlas bekerja, gue bisa walk out dari kepanitiaan karena dia tidak mau memaksa gue. oke).

Sungguh mulia!

Tapi menurut gue, dibanding kemuliaannya itu, lebih penting kebersamaan, kepedulian, dan sense of belonging antarpanitia. That's what committee are for, isn't it? Kalau masing-masing menanggung beban sendiri-sendiri, dimana senangnya? Unless you're a martyr, of course. Tindakannya itu bukan mulia, melainkan tindakan memuaskan diri sendiri.

He has an issue with trusting people, and so do I, but I don't think what he's doing is right. Indeed, he eases people's burden, but he loses the point of working together. Working together does not simply mean being in the same committee. You need to share what's on your mind.

........

Yet I can't help feeling sorry for him.

Mungkin seharusnya gue tidak bicara kepadanya mengenai masalah-masalah yang gue permasalahkan karena gue tahu dia akan memihak. Dan bicara tentang masalah ini berarti menambah masalah bagi orang lain (oke, dia).

Bagaimanapun, gue tidak bisa membencinya. Tidak juga bisa seenaknya walkout dari acara ini. Bekerja dengan Project Officer yang satu ini memang sangat melelahkan mental, tapi entah kenapa ketulusan dan dedikasinya pada pekerjaannya membuat gue tidak mau meninggalkannya. Gue rasa, di masa depan pun, jika ada pekerjaan berikutnya, gue akan turut terjun bersamanya.

Oh, Tuhan.

Untunglah acara ini sudah lewat.

No comments:

Post a Comment