So. . .
There's you; who keeps reminding me of my unsuccessful past relationship.
There's you; who keeps bringing him up in all of our talk every time we meet.
There's you; who keeps believing I would still be his and would still remember him.
There's you; who keeps treating me all the same with all other girls.
But. . .
There's also you; who keeps avoiding talks about him every time I ask you first.
There's also you; who keeps reaching out your hand around me.
There's also you; who keeps making my heart beat faster when you leave.
There's also you; who keeps showering me with attention.
Who are you actually?
Saturday, June 30, 2012
Vacation's Over
Just got back from vacation!
After so many years, I finally went on a plane (again), on a boat (again), and on a ferry (for my first time).
It was the best vacation I've ever had. Five days spent going to my mother's hometown Tanjung Pinang, to Batam, and to Singapore. Meeting relatives I had never met, enjoying the life I had never known, eating food I had never known it was even exist... in short, going on a vacation I had never imagined.
My happiness practically reached its maximum limit.
Of course there were not only happy times, still I put them aside and was fully feeling great.
Though some of my friends thought that it wasn't a rather enjoyable vacation, I must say that they were completely wrong. LOL. If only they could see that this super-quick vacation totally rocks!
The girl wearing red shirt on the left is the auntie I had never met. The guy wearing trousers in the middle is the uncle I had never met. They are both still young, "abang" and "kakak" will suit them more than "makcik" and "pakcik", but they are still my aunt and uncle ;) We created happy moments which will be embraced forever.
and this is the big family <3
After so many years, I finally went on a plane (again), on a boat (again), and on a ferry (for my first time).
It was the best vacation I've ever had. Five days spent going to my mother's hometown Tanjung Pinang, to Batam, and to Singapore. Meeting relatives I had never met, enjoying the life I had never known, eating food I had never known it was even exist... in short, going on a vacation I had never imagined.
My happiness practically reached its maximum limit.
Of course there were not only happy times, still I put them aside and was fully feeling great.
Though some of my friends thought that it wasn't a rather enjoyable vacation, I must say that they were completely wrong. LOL. If only they could see that this super-quick vacation totally rocks!
The girl wearing red shirt on the left is the auntie I had never met. The guy wearing trousers in the middle is the uncle I had never met. They are both still young, "abang" and "kakak" will suit them more than "makcik" and "pakcik", but they are still my aunt and uncle ;) We created happy moments which will be embraced forever.
and this is the big family <3
Thursday, June 21, 2012
"Terserah"
It's irritating to get "whatever" as an answer. Especially when I no longer believe that the person answering is not interested at all in what I'm saying.
Kalau ada orang menjawab "terserah", atau "bebas" (sebagaimana sekarang kayaknya mulai banyak dipakai), rasanya orang tersebut tidak tertarik dengan pembicaraan. Dengan saya sebagai pembicaranya, dan dengan topik pembicaraan saya.
Saya dikenal sebagai orang yang ribet. Kenapa?
Karena saya, katanya, sangat suka menuruti peraturan. Dan mungkin terlalu banyak yang saya pertimbangkan. Dalam memutuskan berbagai macam perihal, saya terlalu banyak memperhitungkan aspek-aspek yang ada. Memang, bahkan saya sendiri sadar saya terlalu banyak berpikir.
Sedikit banyak hal itu membuat saya kesal sendiri dengan diri saya, tapi saya juga sangat kesal terhadap mereka yang menjawab begitu. Saya terbiasa memikirkan berbagai aspek karena saya, jeleknya, adalah perfeksionis. Mungkin alasan saya tidak bisa akur dengan mereka yang berulangkali menjawab "terserah" dan "bebas" adalah karena mereka orang-orang yang laidback, jauh lebih santai dari saya.
Rasanya tidak ada yang salah dari menjadi seorang perfeksionis maupun laidback. Yang salah adalah saat titik ekstrim dari keduanya dipertemukan. Mungkin saya perfeksionis yang terlalu ekstrim (dalam beberapa hal) dan ada orang-orang yang laidback-nya terlalu ekstrim juga. Hal itu menyebabkan bentrok terus-menerus.
Tapi jujur saja, jawaban "terserah" dan "bebas" itu menurut saya, menunjukkan ketidaktertarikan dan tidak adanya penghargaan. Duh, saya jadi ingin meninggalkan semua orang yang menjawab terserah.
Ini terakhir kalinya saya bekerja sama dengan orang yang terus-menerus menjawab begitu dan jelas-jelas menganggap saya menyebalkan. There would be no next time.
Haters gonna hate, pals!
Kalau ada orang menjawab "terserah", atau "bebas" (sebagaimana sekarang kayaknya mulai banyak dipakai), rasanya orang tersebut tidak tertarik dengan pembicaraan. Dengan saya sebagai pembicaranya, dan dengan topik pembicaraan saya.
Saya dikenal sebagai orang yang ribet. Kenapa?
Karena saya, katanya, sangat suka menuruti peraturan. Dan mungkin terlalu banyak yang saya pertimbangkan. Dalam memutuskan berbagai macam perihal, saya terlalu banyak memperhitungkan aspek-aspek yang ada. Memang, bahkan saya sendiri sadar saya terlalu banyak berpikir.
Sedikit banyak hal itu membuat saya kesal sendiri dengan diri saya, tapi saya juga sangat kesal terhadap mereka yang menjawab begitu. Saya terbiasa memikirkan berbagai aspek karena saya, jeleknya, adalah perfeksionis. Mungkin alasan saya tidak bisa akur dengan mereka yang berulangkali menjawab "terserah" dan "bebas" adalah karena mereka orang-orang yang laidback, jauh lebih santai dari saya.
Rasanya tidak ada yang salah dari menjadi seorang perfeksionis maupun laidback. Yang salah adalah saat titik ekstrim dari keduanya dipertemukan. Mungkin saya perfeksionis yang terlalu ekstrim (dalam beberapa hal) dan ada orang-orang yang laidback-nya terlalu ekstrim juga. Hal itu menyebabkan bentrok terus-menerus.
Tapi jujur saja, jawaban "terserah" dan "bebas" itu menurut saya, menunjukkan ketidaktertarikan dan tidak adanya penghargaan. Duh, saya jadi ingin meninggalkan semua orang yang menjawab terserah.
Ini terakhir kalinya saya bekerja sama dengan orang yang terus-menerus menjawab begitu dan jelas-jelas menganggap saya menyebalkan. There would be no next time.
Haters gonna hate, pals!
Tuesday, June 19, 2012
Kelinci
Baru-baru ini di kosan saya, Wisma Andayani, ada yang memelihara kelinci. Kira-kira baru dua minggu yang lalu kelinci-kelinci itu tiba di kosan. Awalnya, kelinci-kelinci itu begitu lucu (meskipun saya jauh lebih menyukai kucing dibanding kelinci). Saya tidak protes karena saya pernah membaca artikel yang menyatakan bahwa orang yang memelihara binatang memiliki potensi stres yang jauh lebih rendah dibanding orang yang tidak memelihara binatang. Lagipula, saat itu saya berpikir mungkin tidak ada salahnya ada kelinci di lingkungan kosan.
Seiring berjalannya waktu, ternyata keberadaan kelinci di kosan hanya membuat saya terganggu dan kesal. Produksi kotoran kelinci ternyata luar biasa banyak dan sering. Ditambah lagi, posisi kandangnya ada di depan kamar saya. Bau yang menguar, baik dari kotoran kelinci maupun dari kelincinya sendiri, masuk dan berdiam di kamar saya. Jadi, kemarin pagi saya meminta teman saya untuk memindahkan kandangnya.
Namun. . .
Kelincinya mati satu. Di antara dua, sekarang tersisa satu.
Kasihan, tapi bukan hal yang aneh. Kenapa? Karena lingkungan hidup yang tidak sehat:
Paling tidak, saya berharap begitu.
Bagi kalian para pembaca, jadikanlah teman saya sebagai contoh. Bukan contoh untuk ditiru, tapi contoh untuk dihindari. Jika kalian ingin memelihara binatang, paling tidak pastikan lingkungannya sehat baik untuk kalian dan binatang itu sendiri, dan juga pastikan binatang itu menerima perhatian yang cukup dari kalian sebagai pemiliknya.
Don't let them suffer!
Seiring berjalannya waktu, ternyata keberadaan kelinci di kosan hanya membuat saya terganggu dan kesal. Produksi kotoran kelinci ternyata luar biasa banyak dan sering. Ditambah lagi, posisi kandangnya ada di depan kamar saya. Bau yang menguar, baik dari kotoran kelinci maupun dari kelincinya sendiri, masuk dan berdiam di kamar saya. Jadi, kemarin pagi saya meminta teman saya untuk memindahkan kandangnya.
Namun. . .
Kelincinya mati satu. Di antara dua, sekarang tersisa satu.
Kasihan, tapi bukan hal yang aneh. Kenapa? Karena lingkungan hidup yang tidak sehat:
- Kandang yang terlalu kecil. Untuk kelinci seukuran satu setengah bola baseball, kandang yang digunakan hanya cukup untuk tempat dua hamster kecil berlarian bebas. Ditambah lagi, kandang itu ditempati dua kelinci sekaligus.
- Kelinci-kelinci itu hidup berdampingan dengan kotorannya. Entah teman saya yang tidak telaten membersihkan atau, seperti yang saya bilang, produksi kotoran kelinci sangat banyak. . .yang jelas kelinci-kelinci itu terlalu lama berkubang dalam kotorannya sendiri. Jelas tidak sehat untuk kelinci itu sendiri dan untuk manusia yang tinggal bersamanya.
- Kosan (ternyata) bukan tempat yang tepat untuk memelihara binatang. Bukan hanya kelinci, tapi untuk semua binatang yang terpaksa dikurung di kandang. Apalagi, sebagai mahasiswa, tentunya waktu akan terbagi untuk kegiatan di kampus dan akademis.
Paling tidak, saya berharap begitu.
Bagi kalian para pembaca, jadikanlah teman saya sebagai contoh. Bukan contoh untuk ditiru, tapi contoh untuk dihindari. Jika kalian ingin memelihara binatang, paling tidak pastikan lingkungannya sehat baik untuk kalian dan binatang itu sendiri, dan juga pastikan binatang itu menerima perhatian yang cukup dari kalian sebagai pemiliknya.
Don't let them suffer!
Sunday, June 17, 2012
Too Easy
Hi, dearest readers (though I know for now there's no one reading my blog).
It's okay. This is just a bit of sharing.
I was on my way circling Depok-Jakarta-Bekasi when it occurred to my mind that I've been thinking about this certain guy the whole day. Well, in fact, it's been like that for the past two or three days.
What concerned me was that this certain guy wasn't the same guy I secretly admired for the past semester.
Am I a player? No, certainly not. It's just. . .I think I am now the kind of girl that is easily flattered. I'm not blaming my foolish past relationship when I became a total love-fooled person, it's just that relationship really affected me so much; I even realize the way it changed me. In this past relationship, I was mentally bullied. He gave me hopes, he left me, he gave me hopes, he left me. Round and round and round and round. Moreover, I was a believer. Naive, in the truest meaning of naive. I liked my ex-boyfriend with all my heart, I even accepted being despised and mocked all the time. I've proven the proverb "Love is blind".
This foolish past relationship lasted for three years. Definitely not a short period. That's why when it was finally over, it affected me so much I can tell that it damaged me.Therefore, it's hard for me to open up again to love. And also. . .it turns me to an easily-flattered person. I flies when someone just gives a damn about my day. I flies when someone just listens to my story.
Too easy?
Yes, perhaps.
Is it wrong?
That's a question I haven't found the answer.
I'm just enjoying the feelings.
It's okay. This is just a bit of sharing.
I was on my way circling Depok-Jakarta-Bekasi when it occurred to my mind that I've been thinking about this certain guy the whole day. Well, in fact, it's been like that for the past two or three days.
What concerned me was that this certain guy wasn't the same guy I secretly admired for the past semester.
Am I a player? No, certainly not. It's just. . .I think I am now the kind of girl that is easily flattered. I'm not blaming my foolish past relationship when I became a total love-fooled person, it's just that relationship really affected me so much; I even realize the way it changed me. In this past relationship, I was mentally bullied. He gave me hopes, he left me, he gave me hopes, he left me. Round and round and round and round. Moreover, I was a believer. Naive, in the truest meaning of naive. I liked my ex-boyfriend with all my heart, I even accepted being despised and mocked all the time. I've proven the proverb "Love is blind".
This foolish past relationship lasted for three years. Definitely not a short period. That's why when it was finally over, it affected me so much I can tell that it damaged me.Therefore, it's hard for me to open up again to love. And also. . .it turns me to an easily-flattered person. I flies when someone just gives a damn about my day. I flies when someone just listens to my story.
Too easy?
Yes, perhaps.
Is it wrong?
That's a question I haven't found the answer.
I'm just enjoying the feelings.
Saturday, June 16, 2012
Mimpi Aneh
Mungkin saya memang orang yang terlalu memikirkan segala sesuatu.
Ini bukan kali pertama saya bermimpi aneh, yang berujung pada saya memikirkan hal yang aneh-aneh tentang orang yang saya mimpikan. Biasanya, di mimpi saya berpacaran dengan seseorang dan diakhiri dengan hati saya berdebar-debar setiap bertemu dengan orang tersebut di kehidupan nyata. Bodoh memang, tapi itulah yang terjadi.
Tapi, pada mimpi saya kali ini, rasanya lebih pribadi dari mimpi-mimpi saya yang biasanya. Aneh.
Di mimpi, saya dan laki-laki itu (teman saya di kuliah) keluar kelas di saat pengumuman kelulusan. Itu saja sudah merupakan tindakan yang aneh. Yang lebih aneh lagi adalah tujuan saya dan teman saya ini keluar. Kami keluar untuk membetulkan esai dan analisis kami di tugas akhir, padahal kelulusan kami sudah diumumkan.
Kami menuju suatu sofa berwarna biru marine (tempat kami itu bukan tempat yang saya kenali) dan kami membetulkan tugas akhir kami. Tapi, seiring berjalannya waktu, saya bercucuran air mata.
"Saya iri," saya katakan itu padanya. Iri terhadap apa? Terhadap kemampuannya menganalisis yang membuat segalanya terlihat lebih mudah. Saya pintar, tapi saya tidak cerdas. Saya berjuang keras untuk menganalisis, tidak seperti dia. Dia berargumen bahwa saya harusnya bersyukur, tapi dia tidak mengasihani saya. Dia hanya bingung menghadapi saya yang menangis keras.
...
Saya terbangun dengan merasa asing terhadap diri saya sendiri. Seakan orang telah menjelajahi hati saya yang terdalam, seakan tidak ada lagi rahasia. Saya merasa ditelanjangi dan sangat malu. Seakan teman saya ini telah mengetahui terlalu banyak tentang diri saya... lebih dari yang seharusnya dia tahu.
Padahal itu hanya mimpi.
Tapi mimpi adalah perasaan yang ditekan hingga masuk ke alam bawah sadar. Apakah saya, tanpa sadar, merasa sudah terlalu membuka diri padanya?
Ini bukan kali pertama saya bermimpi aneh, yang berujung pada saya memikirkan hal yang aneh-aneh tentang orang yang saya mimpikan. Biasanya, di mimpi saya berpacaran dengan seseorang dan diakhiri dengan hati saya berdebar-debar setiap bertemu dengan orang tersebut di kehidupan nyata. Bodoh memang, tapi itulah yang terjadi.
Tapi, pada mimpi saya kali ini, rasanya lebih pribadi dari mimpi-mimpi saya yang biasanya. Aneh.
Di mimpi, saya dan laki-laki itu (teman saya di kuliah) keluar kelas di saat pengumuman kelulusan. Itu saja sudah merupakan tindakan yang aneh. Yang lebih aneh lagi adalah tujuan saya dan teman saya ini keluar. Kami keluar untuk membetulkan esai dan analisis kami di tugas akhir, padahal kelulusan kami sudah diumumkan.
Kami menuju suatu sofa berwarna biru marine (tempat kami itu bukan tempat yang saya kenali) dan kami membetulkan tugas akhir kami. Tapi, seiring berjalannya waktu, saya bercucuran air mata.
"Saya iri," saya katakan itu padanya. Iri terhadap apa? Terhadap kemampuannya menganalisis yang membuat segalanya terlihat lebih mudah. Saya pintar, tapi saya tidak cerdas. Saya berjuang keras untuk menganalisis, tidak seperti dia. Dia berargumen bahwa saya harusnya bersyukur, tapi dia tidak mengasihani saya. Dia hanya bingung menghadapi saya yang menangis keras.
...
Saya terbangun dengan merasa asing terhadap diri saya sendiri. Seakan orang telah menjelajahi hati saya yang terdalam, seakan tidak ada lagi rahasia. Saya merasa ditelanjangi dan sangat malu. Seakan teman saya ini telah mengetahui terlalu banyak tentang diri saya... lebih dari yang seharusnya dia tahu.
Padahal itu hanya mimpi.
Tapi mimpi adalah perasaan yang ditekan hingga masuk ke alam bawah sadar. Apakah saya, tanpa sadar, merasa sudah terlalu membuka diri padanya?
Friday, June 15, 2012
Finally, It's Done!
Akhirnya, setelah berjuang selama satu semester, nilai semester 4 keluar juga!
Nilai-nilai yang keluar memang tidak secemerlang setahun lalu, dimana susunan riwayat akademis itu diwarnai huruf A, meski beberapa ada minus-nya, dan bahkan ada satu atau dua B+. I'm on my way to get back there! ^^
Hebatnya--ini memberikan kepuasan tersendiri bagi saya--saya tidak merasa kecewa dengan nilai-nilai itu, tidak juga saya berbangga hati. Saya hanya merasa puas: saya merasa nilai-nilai itu sepadan dengan usaha saya selama satu semester kemarin. Jelek atau tidak, orang lain lebih bagus atau tidak, yah peduli setan! Saya hanya berbahagia karena saya sudah bekerja keras. Allah is adalah hakimnya. :-)
This feeling teaches me how to give my all and enjoy the outcomes. :-)
Alhamdulillah yaa Allah.
Nilai-nilai yang keluar memang tidak secemerlang setahun lalu, dimana susunan riwayat akademis itu diwarnai huruf A, meski beberapa ada minus-nya, dan bahkan ada satu atau dua B+. I'm on my way to get back there! ^^
Hebatnya--ini memberikan kepuasan tersendiri bagi saya--saya tidak merasa kecewa dengan nilai-nilai itu, tidak juga saya berbangga hati. Saya hanya merasa puas: saya merasa nilai-nilai itu sepadan dengan usaha saya selama satu semester kemarin. Jelek atau tidak, orang lain lebih bagus atau tidak, yah peduli setan! Saya hanya berbahagia karena saya sudah bekerja keras. Allah is adalah hakimnya. :-)
This feeling teaches me how to give my all and enjoy the outcomes. :-)
Alhamdulillah yaa Allah.
Wednesday, June 6, 2012
Cinta
Cinta.
Sungguh
luar biasa, Dee. Kumpulan cerita, novel... apa saja yang ditulisnya membuat
saya terpaksa mengkonfrontasi perasaan yang terkubur di dalam hati.
Ungkapan
love is in the air membuat cinta
seolah terpampang di udara, dapat dinikmati oleh siapa saja dan dimana saja. Sungguh
rentan manusia terhadap cinta. Tapi cinta saya terkungkung dalam cangkang yang
terbuat secara alami. Cinta saya beku dan kaku.
Karena
sakit hati-kah? Saya bertanya-tanya. Mungkin karena pengalaman yang begitu
menyakitkan, mungkin karena saya belum mendapat kesempatan untuk kembali
bersahabat dengan cinta, mungkin karena saya keburu takut mendekati cinta lagi.
Tulisan-tulisan
Dee entah bagaimana dapat membawakan cinta dengan cukup realistis, tapi manis. Tulisan-tulisannya
menyentuh bagian hati saya yang mengubur cinta, seperti menghembuskan napas
kehidupan untuk cinta.
Jujur
saja, saya takut.
Tuesday, June 5, 2012
Another One Down
Finally another final project finished.
Today I delivered my final presentation for Speaking class. . .rather successfully. Perhaps.
Told ya yesterday that preparing for an 8 a.m. presentation past midnight was not something I would prefer. I was quite upset of the fact that my partner did not spread the questionnaire as he supposed to do, but I cannot blame all the unpreparedness on him. I was the one that left my presentation materials to focus on other final projects. So, all blame is on me for stuttering in front of the class!
Anyway, felt very sorry for my partner :"(
If I had known he's scared of speaking in front of public, I would've pushed him to discuss and practice a bit more. He was way more nervous than I was, I suppose. He obviously had difficulties in talking in front of the audience, even though the audience were just our friends--which were less than 50 people. He didn't get a hold of himself. . .it was obvious, and I didn't know how he could manage to be very laidback about the preparation. He told me once that smoking boosts up his confidence, and I didn't buy it. Guess it's true, then. If only he could smoke in the middle of a formal presentation final test.
Not that I support smoking, no. It's just sad to see him losing himself.
Today I delivered my final presentation for Speaking class. . .rather successfully. Perhaps.
Told ya yesterday that preparing for an 8 a.m. presentation past midnight was not something I would prefer. I was quite upset of the fact that my partner did not spread the questionnaire as he supposed to do, but I cannot blame all the unpreparedness on him. I was the one that left my presentation materials to focus on other final projects. So, all blame is on me for stuttering in front of the class!
Anyway, felt very sorry for my partner :"(
If I had known he's scared of speaking in front of public, I would've pushed him to discuss and practice a bit more. He was way more nervous than I was, I suppose. He obviously had difficulties in talking in front of the audience, even though the audience were just our friends--which were less than 50 people. He didn't get a hold of himself. . .it was obvious, and I didn't know how he could manage to be very laidback about the preparation. He told me once that smoking boosts up his confidence, and I didn't buy it. Guess it's true, then. If only he could smoke in the middle of a formal presentation final test.
Not that I support smoking, no. It's just sad to see him losing himself.
Kinda Frustrating
I'm in the middle of my finals month. Told ya.
This chaotic month distresses me a lot. Spent my nights awake (not that I'm not used to it. . .it's just, I rarely done it for working on my tasks :| ) and my days sleepy (resulting in blank moments).
I'm working on my final presentation for Listening and Speaking class with a guy I think I like enough, but also rather upsetting. He's not someone who would initiatively ask for the presentation progress, nor he would do the things he offered himself to do punctually. It's frustrating because I'm the type that submits my homeworks on time and quite responsible (not to say annoyingly over-diligent--don't worry, I'm not saying this because I'm proud of mysef. Instead, I know that my habit can be very, very irritating).
Another thing that frustrates me is that I'm not in a social distance relationship where I could easily complain to him, nor I can easily leave him behind. It frustrates me in all the way things could frustrates me. I ended up telling him via text message, which I found very cowardly of me, and thank God he apologized. :)
Still. . .
Working past midnight on a presentation which should be presented at 8 a.m is not at all the type of work ethic I prefer.
This chaotic month distresses me a lot. Spent my nights awake (not that I'm not used to it. . .it's just, I rarely done it for working on my tasks :| ) and my days sleepy (resulting in blank moments).
I'm working on my final presentation for Listening and Speaking class with a guy I think I like enough, but also rather upsetting. He's not someone who would initiatively ask for the presentation progress, nor he would do the things he offered himself to do punctually. It's frustrating because I'm the type that submits my homeworks on time and quite responsible (not to say annoyingly over-diligent--don't worry, I'm not saying this because I'm proud of mysef. Instead, I know that my habit can be very, very irritating).
Another thing that frustrates me is that I'm not in a social distance relationship where I could easily complain to him, nor I can easily leave him behind. It frustrates me in all the way things could frustrates me. I ended up telling him via text message, which I found very cowardly of me, and thank God he apologized. :)
Still. . .
Working past midnight on a presentation which should be presented at 8 a.m is not at all the type of work ethic I prefer.
Subscribe to:
Posts (Atom)