Saturday, July 6, 2013

Cerita Musim Panas #2: HURA-HURA PRAMUKA IKMI UI 2013 (part 1)

Nah, setelah cerita tentang G-Dragon 1st Solo World Tour yang penuh kejutan, sekarang waktunya untuk cerita musim panas berikutnya! Tentunya bukan musim panas dong, kalau belum gosong karena senang-senang di pantai berpasir putih yang airnya jernih :) Akhirnya, setelah dua puluh tahun menjalani hidup, seorang Sekar Ayu Melati mengalami musim panas yang sebenarnya di Pulau Pramuka!

Hura-Hura Pramuka (HHP) sudah direncanakan dari berminggu-minggu sebelum fixed. Dari 30 orang pendaftar, di hari-H tinggal 19 orang yang ikut. Banyak alasan yang membatalkan, dari kerja sampe nggak punya duit. :( Sayang sekali, padahal kalau banyak yang ikut bakal seru banget.

Eniwei, keberangkatan untuk HHP akhirnya dilaksanakan pada tanggal 1 Juli. Kami menyambut Juli di Pulau Pramuka! :)

Day 1.
Janjian jam 04.30 WIB, tapi seperti biasa itu hanya wacana. Hahaha. Habisnyaaa, jam 04.30 kan belum subuh. Jadi, gue sholat dulu baru jalan ke Stasiun UI. Ternyata, yang lain kurang-lebih dateng barengan. Cuma Caca yang on time (maaf ya, Caca~).

Setelah semua berkumpul, kami naik kereta tercepat menuju Stasiun Kota Tua (seriously, my summer is filled with trips to Stasiun Kota Tua). Perjalanan memakan waktu kira-kira 3 jam. Di sana, kami bertemu dengan Dani yang sudah menunggu lama.

Dari Kota Tua, kami menyewa angkot ke Pelabuhan Muara Angke. Kapal yang akan membawa kami ke Pulau Pramuka menunggu di sana. Masing-masing orang hanya perlu membayar Rp35.000. Total ongkos adalah Rp70.000 per orang dari Stasiun UI. Semua ongkos kami serahkan ke Gevin yang berperan sebagai bendahara. Dia agaknya 'terkutuk' menjadi bendahara sebagaimana gue 'terkutuk' menjadi sekretaris.

Di kapal, kami duduk di dek belakang, yang artinya kami bisa melihat langsung laut tanpa harus melihat dari jendela. Begitu sampai tengah laut, cukup jauh dari Muara Angke, gue kembali merasakan kebahagiaan yang sederhana. Kebahagiaan benar-benar sesederhana melihat birunya lautan.
di kapal saat berangkat
Gue mencintai laut dengan sepenuh jiwa raga, kalau bisa dibilang begitu. ^_^ Melihat laut, rasanya pengin langsung menceburkan diri. Sumpah deh, andai ada stiker macem stiker line dan facebook, gue pasang sekarang jugak. I had been smiling from ear to ear right from the start to the end.

I envy mermaids. Be them a myth or fantasy, they live under the sea.

Perjalanan menuju Pulau Pramuka memakan waktu kurang lebih tiga jam. Kami mampir dulu di Pulau Pari untuk menurunkan sebagian penumpang. Kemudian, setelah sampai di Pulau Pramuka, kami diantar ke wisma di samping penangkaran penyu.

Wisma itu sendiri berukuran cukup besar. Kami disewakan sebagian wisma yang berupa sebuah ruangan besar dengan dua ruangan kecil di dalamnya. Ruangan besar itu berperan sebagai kamar tidur, sedangkan dua ruangan kecil menjadi kamar tas dan kamar ganti. Di bagian belakang kamar, ada empat kamar mandi kecil. Yang satu tidak bisa terpakai, jadi kami bergantian menggunakan yang tiga. Ada juga jemuran besar, jadi kami tidak perlu pusing mencari tempat menjemur pakaian. Kemudian, di dekat wisma ada mushola kecil yang nyaman karena bersih :)

Karena wisma itu sepertinya jarang dipakai, lantainya sangat kotor dan lengket. Ruangan itu juga berdebu dan menjadi sarang nyamuk. Tidak ada udara karena semua jendela tertutup. Jadi, yang pertama kami, para cewek, lakukan adalah membuka semua jendela dan tirai serta menyapu ruangan.
pas baru sampe [foto: Kak Angga]
Setelah loading barang, kami makan siang. Gue, Ruth, Rizky, Nilam, dan Caca menemukan tempat makan bakso ikan yang unik. Berbeda dengan bakso ikan yang biasa ditemukan di kota, bakso ikan di sana bertekstur seperti bakso urat. Bakso itu dipadukan dengan bihun dan sambal hijau. Daripada disebut bakso, mungkin makanan itu lebih mirip tekwan.

Menjelang sore, kami latihan snorkeling! Gue kembali pengin jingkrak-jingkrak karena itu akan jadi kali pertama gue snorkeling :3 Gue juga sedikit khawatir akan reaksi temen-temen pertama kali melihat gue memakai baju renang, karena kerudung di set baju renang itu akan membuat gue terlihat aneh.

Yah, tapi bagaimanapun juga gue harus menggunakan kerudung itu. Jadi, biarpun dibilang seperti ubur-ubur dan dibilang bulet banget, gue tetap berenang-renang dengan senang.

Awalnya, gue panik karena tidak biasa menggunakan pipa snorkel-nya. Gue tidak biasa bernapas dengan mulut. Kemudian, gue juga panik karena tidak bisa menguasai pergerakan akibat menggunakan pelampung yang membuat tubuh gue mengambang di permukaan. Akhirnya, gue lepas pelampung itu dan merasa lebih baik setelahnya.
itu gue lagi pusing sama perlengkapan snorkeling [Foto: Kak Angga]

Bersama Bonci, Riki, Caca, Rizky, Komuk, Fajar, Nilam, Ruth, Acit, Gevin, Rendy, Nirma

Bersama Nirma
Bersama Bonci, Ruth, dan Gevin, gue berenang agak ke tengah laut dan bergosip di sana. Level gosip kami meningkat, kekeke... tapi tidak lama kemudian kami harus pulang.

Badan gue agak capek karena tidak pemanasan sebelum terjun dan juga karena sudah lama tidak berenang. Tapi gue merasa lebih baik setelah pemanasan di wisma.

Malamnya, gue, Rizky, Ruth, Komuk, Adit, dan Gevin pergi ke sisi pantai yang satu lagi. Bukan di dermaganya. Di sana, pantainya dibatasi dengan pagar. Kami bisa duduk di pagar batunya, kemudian bengong-bengong menikmati suasana.

Bintang-bintang terlihat dengan sangat jelas. Banyak sekali dan cantik-cantik sekali, gue sampai mau menangis melihatnya. Kemudian, kami membeli kembang api dan petasan dari toko setempat. Di sana, harganya sangat terjangkau.

Saat waktu tidur tiba, gue berencana tidur tepat waktu agar paginya bisa melihat matahari terbit. Kami sudah melihat matahari terbenam di dermaga dan itu luar biasa cantik, jadi besok adalah waktunya bagi matahari terbit. Tapi, sepertinya yang lain tidak sepikiran. Paling tidak, Rendy tidak sepikiran.

Memang banyak yang berisik, tapi yang luar biasa berisik adalah Rendy dengan nyanyian-nyanyian dan keisengannya. Dia entah kenapa suka banget ganggu Acit, yang berakibat cewek itu juga jadi luar biasa berisik. Ugh. Nyebelin banget pokoknya. Klimaksnya adalah gue menyebut Rendy bacot dan berkata keras padanya. Seriously, that night was upsetting enough with the humid temperature and wild mosquitos. His behavior only made things gone from bad to worse.

[Disclaimer: semua foto adalah hasil jepretan Gevin]

No comments:

Post a Comment